Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur



ini essaiku yang di ikutsertakan dalam lomba essai di Universitas Airlangga Jawa Timur tetapi kalah,, hehehe :D check this out!!!



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ujian Nasional atau biasa disingkat UN telah dilaksanakan secara serentak di negara Indonesia pada bulan april kemarin, baik SD, SMP, maupun SMA dan sederajat. UN adalah salah satu komponen kelulusan yang sumbangsingnya 60 persen. Selain untuk kelulusan juga untuk pemetaan kualitas pendidikan diberbagai daerah di Indonesia. Jadi UN merupakan komponen kelulusan yang sangat penting. Harus ada persiapan matang dalam menghadapinya. Tidak boleh ada yang namanya unsur ‘curang’ dalam pelaksanaannya, karena pemetaan kualitas pendidikan tidak akan tercapai sesuai yang diharapkan pemerintah.

Belum kering ingatan kita pada kejadian yang menimpa dunia pendidikan di negara kita akhir – akhir ini. Tragedi – tragedi nasional contek massal, seperti yang dilakukan sekolah putra bu Siami yang heroik berbuah penderitaan, contek massal oleh guru di Indonesia Timur yang beberapa waktu ditayangkan di televisi bukti pendidikan kita sungguh jauh dari perilaku perwira. Mereka melaksanakan apa itu namanya ‘contek massal’. Begitu miris mendengar kata-kata itu. UN SD kemarin Di Cirebon, Ribuan siswa sekolah dasar (SD) di Kota Cirebon mengikuti Ujian Akhir Nasional (UN), Senin (7/5). Aksi saling mencontek di antara siswa mewarnai pelaksanaan UN di hari pertama (republika.com). Mohammad Ihsan -Sekretaris Jendral Ikatan Guru Indonesia- mengatakan: “Provinsi Gorontalo pada tahun 2008 bagus, tapi begitu mencanankan kejujuran, pada tahun berikutnya hanya 50 persen yang lulus UN. Dalam seminar di UPI disebutkan bahwa pada tahun 2010, Jawa Barat peringkat dua, tapi skala kejujuran skala 15” (Republika, Senin, 23/4/2012 hal. 10). Beliau juga menambahkan: “Memang UN bukan satu-satunya penentu kelulusan, tapi kalau itu berpengaruh maka banyak menyulap hasil UN. Pernah ada 10 SMA di-backlist di SPMB karena ketahuan. Ini sudah menjadi bahan pembicaraan umum. Banyak guru yang disuruh kepala sekolah mengganti nilai dan sebagainya.”

Dunia perguruan tinggi juga tidak jauh panggang dari api. Kita disuguhi plagiarisme kaum intelektual yang memuaskan. Perilaku plagmatis ini jelas akan berimbas pada perilaku berbangsa.

Mencontek ialah awal dari ketidakjujuran, ketidakpercayaan diri, ketidakmampuan diri, paranoid berlebihan akan sebuah kegagalan. Pernahkah kita sekali waktu merenungkan sejenak untuk korupsi yang menggurita di negara ini? Bisa jadi budaya menyontek adalah perilaku deviatif taraf awal yang mengarah pada terbentuknya karakter korup.

Kita tidak bisa menghindar dari kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan UN yang semakin disempurnakan, seperti pada UU SPN. Porsi mutlak Kelulusan tidak murni ditentukan oleh hasil UN semata. Cukup nilai UN menyumbangkan sumbangsih 60 persen bagi kelulusan siswa. Akan tetapi, kenyataannya formalitas tersebut belum cukup membuat berbagai pihak merasa tenang. Mereka merasa takut akan “eksekusi tidak lulus” sehingga kembali cara-cara culas tidak bisa dihindarkan. Baik oleh siswa secara pribadi yang nonsistematik maupun kecurangan sistematik yang masif dari pihak sekolah, percetakan, atau pihak – pihak luar yang ingin mengeruk keuntungan. Karena biasanya masyarakat akan melihat mutu – tidaknya suatu sekolah, atau pintar tidaknya seorang murid dilihat dari pencapain nilai UN yang identik dengan nilai akademis bergengsi. Sehingga kadang – kadang mereka akan mengesampingkan nilai – nilai pendidikan yang lain. Dalam hal ini yang terpenting adalah pendidikan karakter kejujuran.

Begitulah gambaran dunia pendidikan di negara kita saat ini. Betapa kejujuran menjadi barang langka di dunia pendidikan kita. Semua dilakukan demi UN, seakan UN faktor tunggal mati – hidupnya siswa meretas masa depan. Sekolah sebagai pelaksana pendidikan harus memiliki format yang jelas mengenai pendidikan karakter kejujuran. Sekolah harus memosisikan nilai kejujuran di atas nilai akademis. Mewujudkan UN jujur tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak hanya berhenti pada gerakan-gerakan atau ikrar-ikrar semata, tetapi yang justru lebih penting adalah membangun sikap kejujuran disegala lini dan sejak dini.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil, (Kemendiknas, 2010).

Belum banyak fakta mengenai sekolah atau dinas pendidikan yang memberikan reward atas nilai kejujuran. Perlu upaya persuasif dari pihak sekolah untuk menanamkan jiwa sportivitas kepada anak didik bahwa seberapa pun hasil UN-nya atau lulus – tidak lulusnya harus diterima dengan lapang dada. Semua itu buah dari kemampuan dan jerih payahnya. Uapaya memperoleh nilai akademis harus ditempuh dengan cara-cara yang bermartabat, bukan dengan kecurangan.

Budaya menyontek sebagai bentuk penyimpangan primer yang lazim dilakukan para siswa harus segera dihentikan. Pihak sekolah harus tegas dan berani mengatakan ‘tidak’ pada kegiatan – kegiatan mencontek. Tidak kompromi terhadap kegiatan mencontek sebagai awal terbitnya model – model kecurangan yang lebih parah, harus menjadi gerakan nasional secara nyata. Dari bentuk ujian sederhana, seperti ulangan harian, tes semester harus ada kontrol yang memadai. Sekolah harus bersinergi mewujudkan tekad bersih dari budaya mencontek. Guru satu dengan yang lain harus memiliki jiwa yang sama menghadapi bentuk penyimpangan tersebut. Media massa harus lebih masif mengangkat persoalan ini kepada khalayak bahwasannya budaya mencontek adalah penyakit akut menyangkut mentalitas dan harga diri bangsa yang harus segera dilumpuhkan.

Salah satu kegiatan dalam pendidikan karakter kejujuran yang sudah terealisasikan  di sekolah – sekolah adalah kantin kejujuran. Dalam pengelolaannya harus benar – benar diatur sehingga siswa bisa merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Contoh lain adalah Seperti yang dilakukan oleh 22 Sekolah Menegah Atas se-Kota Bandung mendeklarasikan gerakan anti mencontek di Gedung Indonesia Mengugat, Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Bandung, Kamis (12/4/2012) (inilahjabar.com). Menurut Fadli "Gerakan ini sifatnya cuma ingin membuat kejujuran di Indonesia lebih diperhatikan". Gerakan ini sangat bermanfaat karena bisa memperkuat kejujuran pada saat UN.Description: Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur


Shares News - 10.28
Read More Add your Comment 0 komentar


Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur



ini essaiku yang di ikutsertakan dalam lomba essai di Universitas Airlangga Jawa Timur tetapi kalah,, hehehe :D check this out!!!



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ujian Nasional atau biasa disingkat UN telah dilaksanakan secara serentak di negara Indonesia pada bulan april kemarin, baik SD, SMP, maupun SMA dan sederajat. UN adalah salah satu komponen kelulusan yang sumbangsingnya 60 persen. Selain untuk kelulusan juga untuk pemetaan kualitas pendidikan diberbagai daerah di Indonesia. Jadi UN merupakan komponen kelulusan yang sangat penting. Harus ada persiapan matang dalam menghadapinya. Tidak boleh ada yang namanya unsur ‘curang’ dalam pelaksanaannya, karena pemetaan kualitas pendidikan tidak akan tercapai sesuai yang diharapkan pemerintah.

Belum kering ingatan kita pada kejadian yang menimpa dunia pendidikan di negara kita akhir – akhir ini. Tragedi – tragedi nasional contek massal, seperti yang dilakukan sekolah putra bu Siami yang heroik berbuah penderitaan, contek massal oleh guru di Indonesia Timur yang beberapa waktu ditayangkan di televisi bukti pendidikan kita sungguh jauh dari perilaku perwira. Mereka melaksanakan apa itu namanya ‘contek massal’. Begitu miris mendengar kata-kata itu. UN SD kemarin Di Cirebon, Ribuan siswa sekolah dasar (SD) di Kota Cirebon mengikuti Ujian Akhir Nasional (UN), Senin (7/5). Aksi saling mencontek di antara siswa mewarnai pelaksanaan UN di hari pertama (republika.com). Mohammad Ihsan -Sekretaris Jendral Ikatan Guru Indonesia- mengatakan: “Provinsi Gorontalo pada tahun 2008 bagus, tapi begitu mencanankan kejujuran, pada tahun berikutnya hanya 50 persen yang lulus UN. Dalam seminar di UPI disebutkan bahwa pada tahun 2010, Jawa Barat peringkat dua, tapi skala kejujuran skala 15” (Republika, Senin, 23/4/2012 hal. 10). Beliau juga menambahkan: “Memang UN bukan satu-satunya penentu kelulusan, tapi kalau itu berpengaruh maka banyak menyulap hasil UN. Pernah ada 10 SMA di-backlist di SPMB karena ketahuan. Ini sudah menjadi bahan pembicaraan umum. Banyak guru yang disuruh kepala sekolah mengganti nilai dan sebagainya.”

Dunia perguruan tinggi juga tidak jauh panggang dari api. Kita disuguhi plagiarisme kaum intelektual yang memuaskan. Perilaku plagmatis ini jelas akan berimbas pada perilaku berbangsa.

Mencontek ialah awal dari ketidakjujuran, ketidakpercayaan diri, ketidakmampuan diri, paranoid berlebihan akan sebuah kegagalan. Pernahkah kita sekali waktu merenungkan sejenak untuk korupsi yang menggurita di negara ini? Bisa jadi budaya menyontek adalah perilaku deviatif taraf awal yang mengarah pada terbentuknya karakter korup.

Kita tidak bisa menghindar dari kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan UN yang semakin disempurnakan, seperti pada UU SPN. Porsi mutlak Kelulusan tidak murni ditentukan oleh hasil UN semata. Cukup nilai UN menyumbangkan sumbangsih 60 persen bagi kelulusan siswa. Akan tetapi, kenyataannya formalitas tersebut belum cukup membuat berbagai pihak merasa tenang. Mereka merasa takut akan “eksekusi tidak lulus” sehingga kembali cara-cara culas tidak bisa dihindarkan. Baik oleh siswa secara pribadi yang nonsistematik maupun kecurangan sistematik yang masif dari pihak sekolah, percetakan, atau pihak – pihak luar yang ingin mengeruk keuntungan. Karena biasanya masyarakat akan melihat mutu – tidaknya suatu sekolah, atau pintar tidaknya seorang murid dilihat dari pencapain nilai UN yang identik dengan nilai akademis bergengsi. Sehingga kadang – kadang mereka akan mengesampingkan nilai – nilai pendidikan yang lain. Dalam hal ini yang terpenting adalah pendidikan karakter kejujuran.

Begitulah gambaran dunia pendidikan di negara kita saat ini. Betapa kejujuran menjadi barang langka di dunia pendidikan kita. Semua dilakukan demi UN, seakan UN faktor tunggal mati – hidupnya siswa meretas masa depan. Sekolah sebagai pelaksana pendidikan harus memiliki format yang jelas mengenai pendidikan karakter kejujuran. Sekolah harus memosisikan nilai kejujuran di atas nilai akademis. Mewujudkan UN jujur tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak hanya berhenti pada gerakan-gerakan atau ikrar-ikrar semata, tetapi yang justru lebih penting adalah membangun sikap kejujuran disegala lini dan sejak dini.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil, (Kemendiknas, 2010).

Belum banyak fakta mengenai sekolah atau dinas pendidikan yang memberikan reward atas nilai kejujuran. Perlu upaya persuasif dari pihak sekolah untuk menanamkan jiwa sportivitas kepada anak didik bahwa seberapa pun hasil UN-nya atau lulus – tidak lulusnya harus diterima dengan lapang dada. Semua itu buah dari kemampuan dan jerih payahnya. Uapaya memperoleh nilai akademis harus ditempuh dengan cara-cara yang bermartabat, bukan dengan kecurangan.

Budaya menyontek sebagai bentuk penyimpangan primer yang lazim dilakukan para siswa harus segera dihentikan. Pihak sekolah harus tegas dan berani mengatakan ‘tidak’ pada kegiatan – kegiatan mencontek. Tidak kompromi terhadap kegiatan mencontek sebagai awal terbitnya model – model kecurangan yang lebih parah, harus menjadi gerakan nasional secara nyata. Dari bentuk ujian sederhana, seperti ulangan harian, tes semester harus ada kontrol yang memadai. Sekolah harus bersinergi mewujudkan tekad bersih dari budaya mencontek. Guru satu dengan yang lain harus memiliki jiwa yang sama menghadapi bentuk penyimpangan tersebut. Media massa harus lebih masif mengangkat persoalan ini kepada khalayak bahwasannya budaya mencontek adalah penyakit akut menyangkut mentalitas dan harga diri bangsa yang harus segera dilumpuhkan.

Salah satu kegiatan dalam pendidikan karakter kejujuran yang sudah terealisasikan  di sekolah – sekolah adalah kantin kejujuran. Dalam pengelolaannya harus benar – benar diatur sehingga siswa bisa merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Contoh lain adalah Seperti yang dilakukan oleh 22 Sekolah Menegah Atas se-Kota Bandung mendeklarasikan gerakan anti mencontek di Gedung Indonesia Mengugat, Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Bandung, Kamis (12/4/2012) (inilahjabar.com). Menurut Fadli "Gerakan ini sifatnya cuma ingin membuat kejujuran di Indonesia lebih diperhatikan". Gerakan ini sangat bermanfaat karena bisa memperkuat kejujuran pada saat UN.Description: Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur


Shares News - 10.28
Read More Add your Comment 0 komentar


Seharusnya Kita Tidak Boleh Takut (Cerpen)



 



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Aku ingin berhenti sekolah!!!” sentakku pada ibu yang sedang membereskan piring-piring kotor di meja makan.

 

“Kenapa nak?” tanya ibu dengan nada bingung.

 

“Aku ingin hidup normal bu!!!”

 

“Kan selama ini Raka hidup normal tidak ada yang cacat nak?” jawab ibu sambil menenangkan suasana.

 

“Tapi ibu tidak tahu apa yang terjadi selama ini di sekolah!!!” sentakku lagi dengan nada yang lebih tinggi.

 

Aku berlari ke kamar, membanting pintu kamar kemudian menguncinya dari dalam. Ibu membiarkanku pergi begitu saja karena dia tahu apa yang sedang aku rasakan, nalurinya memang luar biasa.

 

Aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur, memandangi langit-langit kamarku yang berwana putih kusam, terdapat sarang laba-laba di setiap sudutnya. Aku pandangi kembali isi kamarku yang dari dulu tidak pernah berubah. Buku-bukuku yang selalu tertata rapi di meja belajar, lemari, cermin, semuanya sama, tidak ada perubahan. “Apakah selama ini aku berubah?”, tanyaku dalam hati. Pikiranku langsung memutar kembali kejadian-kejadain yang terjadi selama ini. Seperti ada proyektor yang muncul dari otakku dan memantulkan cahayanya ke langit-langit kamarku. Aku bisa melihat secara jelas kejadian tadi siang ketika aku pulang sekolah berjalan bersama Dika sahabatku.

 

 

 

“Heh! Tadi kamu hebat banget di kelas tahu!” teriak Dika dengan pembukaan percakapannya yang khas sambil merangkul pundakku.

 

“Biasa aja, dari dulu aku hebat kali!” jawabku sekenanya sembari aku melepas tangannya dari pundakku.

 

“Tapi tadi kamu tu hebat buangett, kamu bisa menjawab semua soal matematika yang di berikan pak Tejo, it’s amazing!

 

“Lebay lo!”

 

“Sumpah yaahh, ketika kamu maju ke depan tadi tu semua anak di kelas termasuk pak Tejo bengong melihatmu bisa menjawab semua soal logaritma yang menurut aku tu sulit buangett tahu!”.

 

“itukan soal yang mudah Dika?”

 

“Mudah buat lo, nggak buat gue, huuu..!!” kesal Dika sambil memajukan mulutnya 3 cm.

 

Tiba-tiba segerombolan anak memakai sepada ontel menghentikan langkahku dengan Dika. Aku melihat ada sesosok anak yang tak asing di mataku. Bertubuh besar, berkulit hitam, dan berambut kriting, dengan pakaiannya yang lusuh seperti tidak pernah dicuci oleh ibunya, dia berada paling depan pada gerombolan itu. Ya benar dia adalah Dion, ketua geng itu. Aku sudah tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapku, mereka pasti akan mengejekku. Tapi tidak untuk sekarang, dia turun dari sepedanya kemudian menghampiri aku dan Dika yang dari tadi terdiam melihat mereka karena saking takutnya.

 

“Woy! Bocah aneh! Sok menjadi anak jenius! kamu seharusnya punya malu! Masih umur 15 tahun sudah berani masuk kelas XII terus sok pinter lagi di kelas! Kembali saja kamu kekelas X! Ngaca! Kamu punya cermin gak dirumah! Hah!” teriak Dion sambil menarik kerah seragamku keatas.

 

“Hahahahahhahaha” semua anak yang ada disitu mentertawakanku kecuali Dika yang dari tadi masih terdiam disampingku karena saking takutnya.

 

“Sok dewasa! Inget! kamu itu masih kecil, masih bayi, masih unyu-unyu! jangan masuk kekelas kami dech, kalau bisa keluar aja!” tambah Rachel yang sudah berada disamping Dion. Sontak semua anak disitu menertawakanku kembali.

 

“Iya” jawabku singkat dengan nada yang lirih. Aku menunduk takut melihat tubuh Dion yang jelas lebih besar daripada aku.

 

“Dasar anak nggak punya malu, anak aneh!” teriak Dion seraya melepaskan tangannya dari kerah seragamku.

 

Akhirnya Dion dan teman-temannya pergi dengan mengantongi rasa kepuasan masing-masing telah mengolok-olok aku. Aku dan Dika masih terpaku ditempatnya masing-masing, melihat kepergian mereka dengan pandangan sinis. Ingin sekali aku membalasnya atau melemparnya dengan batu, tapi itu tidaklah mungkin aku lakukan.

 

 

 

Tiba-tiba mataku terasa panas, ada cairan yang memaksa  keluar dari mataku, aku meneteskan air mata. Terlintas dalam hati, aku bertanya, “Kapan penderitaanku akan berakhir?” Semakin banyak air mata yang keluar, semakin banyak pula yang terbayang. Kejadian-kejadian yang aku alami selama ini, anak-anak yang mengejekku baik itu ngomong langsung di depanku atau yang ngomongin aku dibelakang. Sakit sekali hati ini mengingat itu semua. Aku berdo’a dalam hati, “Ya Allah berilah aku yang terbaik Ya Allah”. Aku menghirup nafas panjang kemudian aku keluarkan melalui mulut. Aku melakukannya berkali-kali hingga aku tertidur lelap.

 

 

 

Pagi hari kepalaku terasa pusing, badanku panas, aku berjalan menuju wc dengan pandangan berkunang-kunang. Semua terasa gelap, dan bleekk... aku tak sadarkan diri.

 

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, yang aku ingat tiba-tiba aku merasakan rasa dingin di jidadku. Kubuka mataku perlahan-lahan, aku pandangi apa yang ada di sekelilingku. Aku sadar aku berada di kamarku lagi. Kompresan ini yang menyadarkanku, tadi aku pingsan.

 

Dari balik pintu muncul sesosok wanita yang tak asing lagi, pakaiannya bersih, wajahnya bersinar, terbalut kain sederhana dikepalanya, langkahnya anggun, membawa mangkok yang atasnya masih mengepulkan asap. Dengan wajah tersenyum dia menghampiriku, kemudian duduk disampingku.

 

“Nak, hari ini kamu istirahat dulu ya, tidak usah berangkat sekolah, kamu lagi demam” ibu membuka pembicaraan kami sambil mengganti kain kompres dikepalaku.

 

“Maafkan Raka atas kejadian tadi malam ya bu?” kataku dengan pandangan menunduk karena merasa bersalah.

 

“Sebenarnya ada masalah apa di sekolah nak? Tolong ceritakan pada ibu” tanya ibu sambil memasukkan sesendok bubur kedalam mulutku.

 

“Bu, setelah Raka akselerasi dari kelas X kekelas XII semuanya terasa berubah, semua anak menganggap Raka anak yang aneh, anak sok jenius. Mereka selalu mengejekku dengan kata-kata itu. Ada yang ngomong langsung didepan Raka, ada juga yang ngomong di belakang, bahkan ada yang mengancam Raka, suruh pindah kekelas X lagi” jelasku dengan nada kesal sambil mengunyah bubur yang ada dimulutku.

 

“Nak, itu sudah kebijakan sekolah mempercepat belajarmu karena kamu emang sudah layak ada di kelas XII. Itu tandanya Raka anak yang istimewa, bukan anak yang aneh. Harusnya Raka bersyukur atas itu” jawab ibu dengan nada tenang sambil memberikanku segelas air putih, dan meminumkannya.

 

“Iya..... Raka tahu itu bu, tapi......!” tiba-tiba aku terdiam, aku tidak ingin mengulang kembali kejadian tadi malam.

 

“Jika ada orang berbicara mengenai kita di belakang, itu adalah tanda bahwa kita sudah di depan.”

 

“Saat orang bicara merendahkan diri kita, itu adalah tanda bahwa kita sudah berada di tempat yang tinggi.”

 

“Saat orang bicara dengan nada iri mengenai kita, itu adalah tanda bahwa kita sudah jauh lebih baik dari mereka.”

 

“Saat orang bicara buruk mengenai kita, padahal kita tidak pernah mengusik kehidupan mereka, itu adalah tanda bahwa kehidupan kita sebenarnya ‘lebih indah’ dari mereka.”

 

Nasihat ibu bagaikan kekuatan yang datang dari langit masuk kedalam tubuhku, segar dan menyejukkan hati, seperti ada energi baru untuk menghadapi hari esok. Aku tidak perlu takut lagi akan ejekan teman-temanku, karena kalau mereka mengejekku berarti tandanya aku sudah berada didepan. Aku harus bersyukur akan itu.

 Description: Seharusnya Kita Tidak Boleh Takut (Cerpen) Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Seharusnya Kita Tidak Boleh Takut (Cerpen)


Shares News - 00.38
Read More Add your Comment 0 komentar


Seharusnya Kita Tidak Boleh Takut (Cerpen)



 



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Aku ingin berhenti sekolah!!!” sentakku pada ibu yang sedang membereskan piring-piring kotor di meja makan.

 

“Kenapa nak?” tanya ibu dengan nada bingung.

 

“Aku ingin hidup normal bu!!!”

 

“Kan selama ini Raka hidup normal tidak ada yang cacat nak?” jawab ibu sambil menenangkan suasana.

 

“Tapi ibu tidak tahu apa yang terjadi selama ini di sekolah!!!” sentakku lagi dengan nada yang lebih tinggi.

 

Aku berlari ke kamar, membanting pintu kamar kemudian menguncinya dari dalam. Ibu membiarkanku pergi begitu saja karena dia tahu apa yang sedang aku rasakan, nalurinya memang luar biasa.

 

Aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur, memandangi langit-langit kamarku yang berwana putih kusam, terdapat sarang laba-laba di setiap sudutnya. Aku pandangi kembali isi kamarku yang dari dulu tidak pernah berubah. Buku-bukuku yang selalu tertata rapi di meja belajar, lemari, cermin, semuanya sama, tidak ada perubahan. “Apakah selama ini aku berubah?”, tanyaku dalam hati. Pikiranku langsung memutar kembali kejadian-kejadain yang terjadi selama ini. Seperti ada proyektor yang muncul dari otakku dan memantulkan cahayanya ke langit-langit kamarku. Aku bisa melihat secara jelas kejadian tadi siang ketika aku pulang sekolah berjalan bersama Dika sahabatku.

 

 

 

“Heh! Tadi kamu hebat banget di kelas tahu!” teriak Dika dengan pembukaan percakapannya yang khas sambil merangkul pundakku.

 

“Biasa aja, dari dulu aku hebat kali!” jawabku sekenanya sembari aku melepas tangannya dari pundakku.

 

“Tapi tadi kamu tu hebat buangett, kamu bisa menjawab semua soal matematika yang di berikan pak Tejo, it’s amazing!

 

“Lebay lo!”

 

“Sumpah yaahh, ketika kamu maju ke depan tadi tu semua anak di kelas termasuk pak Tejo bengong melihatmu bisa menjawab semua soal logaritma yang menurut aku tu sulit buangett tahu!”.

 

“itukan soal yang mudah Dika?”

 

“Mudah buat lo, nggak buat gue, huuu..!!” kesal Dika sambil memajukan mulutnya 3 cm.

 

Tiba-tiba segerombolan anak memakai sepada ontel menghentikan langkahku dengan Dika. Aku melihat ada sesosok anak yang tak asing di mataku. Bertubuh besar, berkulit hitam, dan berambut kriting, dengan pakaiannya yang lusuh seperti tidak pernah dicuci oleh ibunya, dia berada paling depan pada gerombolan itu. Ya benar dia adalah Dion, ketua geng itu. Aku sudah tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapku, mereka pasti akan mengejekku. Tapi tidak untuk sekarang, dia turun dari sepedanya kemudian menghampiri aku dan Dika yang dari tadi terdiam melihat mereka karena saking takutnya.

 

“Woy! Bocah aneh! Sok menjadi anak jenius! kamu seharusnya punya malu! Masih umur 15 tahun sudah berani masuk kelas XII terus sok pinter lagi di kelas! Kembali saja kamu kekelas X! Ngaca! Kamu punya cermin gak dirumah! Hah!” teriak Dion sambil menarik kerah seragamku keatas.

 

“Hahahahahhahaha” semua anak yang ada disitu mentertawakanku kecuali Dika yang dari tadi masih terdiam disampingku karena saking takutnya.

 

“Sok dewasa! Inget! kamu itu masih kecil, masih bayi, masih unyu-unyu! jangan masuk kekelas kami dech, kalau bisa keluar aja!” tambah Rachel yang sudah berada disamping Dion. Sontak semua anak disitu menertawakanku kembali.

 

“Iya” jawabku singkat dengan nada yang lirih. Aku menunduk takut melihat tubuh Dion yang jelas lebih besar daripada aku.

 

“Dasar anak nggak punya malu, anak aneh!” teriak Dion seraya melepaskan tangannya dari kerah seragamku.

 

Akhirnya Dion dan teman-temannya pergi dengan mengantongi rasa kepuasan masing-masing telah mengolok-olok aku. Aku dan Dika masih terpaku ditempatnya masing-masing, melihat kepergian mereka dengan pandangan sinis. Ingin sekali aku membalasnya atau melemparnya dengan batu, tapi itu tidaklah mungkin aku lakukan.

 

 

 

Tiba-tiba mataku terasa panas, ada cairan yang memaksa  keluar dari mataku, aku meneteskan air mata. Terlintas dalam hati, aku bertanya, “Kapan penderitaanku akan berakhir?” Semakin banyak air mata yang keluar, semakin banyak pula yang terbayang. Kejadian-kejadian yang aku alami selama ini, anak-anak yang mengejekku baik itu ngomong langsung di depanku atau yang ngomongin aku dibelakang. Sakit sekali hati ini mengingat itu semua. Aku berdo’a dalam hati, “Ya Allah berilah aku yang terbaik Ya Allah”. Aku menghirup nafas panjang kemudian aku keluarkan melalui mulut. Aku melakukannya berkali-kali hingga aku tertidur lelap.

 

 

 

Pagi hari kepalaku terasa pusing, badanku panas, aku berjalan menuju wc dengan pandangan berkunang-kunang. Semua terasa gelap, dan bleekk... aku tak sadarkan diri.

 

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, yang aku ingat tiba-tiba aku merasakan rasa dingin di jidadku. Kubuka mataku perlahan-lahan, aku pandangi apa yang ada di sekelilingku. Aku sadar aku berada di kamarku lagi. Kompresan ini yang menyadarkanku, tadi aku pingsan.

 

Dari balik pintu muncul sesosok wanita yang tak asing lagi, pakaiannya bersih, wajahnya bersinar, terbalut kain sederhana dikepalanya, langkahnya anggun, membawa mangkok yang atasnya masih mengepulkan asap. Dengan wajah tersenyum dia menghampiriku, kemudian duduk disampingku.

 

“Nak, hari ini kamu istirahat dulu ya, tidak usah berangkat sekolah, kamu lagi demam” ibu membuka pembicaraan kami sambil mengganti kain kompres dikepalaku.

 

“Maafkan Raka atas kejadian tadi malam ya bu?” kataku dengan pandangan menunduk karena merasa bersalah.

 

“Sebenarnya ada masalah apa di sekolah nak? Tolong ceritakan pada ibu” tanya ibu sambil memasukkan sesendok bubur kedalam mulutku.

 

“Bu, setelah Raka akselerasi dari kelas X kekelas XII semuanya terasa berubah, semua anak menganggap Raka anak yang aneh, anak sok jenius. Mereka selalu mengejekku dengan kata-kata itu. Ada yang ngomong langsung didepan Raka, ada juga yang ngomong di belakang, bahkan ada yang mengancam Raka, suruh pindah kekelas X lagi” jelasku dengan nada kesal sambil mengunyah bubur yang ada dimulutku.

 

“Nak, itu sudah kebijakan sekolah mempercepat belajarmu karena kamu emang sudah layak ada di kelas XII. Itu tandanya Raka anak yang istimewa, bukan anak yang aneh. Harusnya Raka bersyukur atas itu” jawab ibu dengan nada tenang sambil memberikanku segelas air putih, dan meminumkannya.

 

“Iya..... Raka tahu itu bu, tapi......!” tiba-tiba aku terdiam, aku tidak ingin mengulang kembali kejadian tadi malam.

 

“Jika ada orang berbicara mengenai kita di belakang, itu adalah tanda bahwa kita sudah di depan.”

 

“Saat orang bicara merendahkan diri kita, itu adalah tanda bahwa kita sudah berada di tempat yang tinggi.”

 

“Saat orang bicara dengan nada iri mengenai kita, itu adalah tanda bahwa kita sudah jauh lebih baik dari mereka.”

 

“Saat orang bicara buruk mengenai kita, padahal kita tidak pernah mengusik kehidupan mereka, itu adalah tanda bahwa kehidupan kita sebenarnya ‘lebih indah’ dari mereka.”

 

Nasihat ibu bagaikan kekuatan yang datang dari langit masuk kedalam tubuhku, segar dan menyejukkan hati, seperti ada energi baru untuk menghadapi hari esok. Aku tidak perlu takut lagi akan ejekan teman-temanku, karena kalau mereka mengejekku berarti tandanya aku sudah berada didepan. Aku harus bersyukur akan itu.

 Description: Seharusnya Kita Tidak Boleh Takut (Cerpen) Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Seharusnya Kita Tidak Boleh Takut (Cerpen)


Shares News - 00.38
Read More Add your Comment 0 komentar


Grab the World by English





To begin with, English can be considered as the most significant language because it is used as a lingua franca. According to Lenon (2009) a lingua franca is a language which is used to communicate by people with different language background. Indeed, English is clearly a lingua franca since it is used to communicate by people in the world. For one example, English is used in some Japanese universities as the formal language in the campus. For another example, English is also spoken by members of the United Nation. Therefore, people should be able to speak and understand English to be able to communicate with people from other countries.

 

Furthermore, English is also vital since it becomes the internet language. Bieber(2011) reports that English makes up 80 % of information in the internet.   This means that most of the information in the internet is written in English. For this reason, internet users should understand English if they want to benefit the existence of the internet.Description: Grab the World by English Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Grab the World by English


Shares News - 02.17
Read More Add your Comment 0 komentar


Grab the World by English





To begin with, English can be considered as the most significant language because it is used as a lingua franca. According to Lenon (2009) a lingua franca is a language which is used to communicate by people with different language background. Indeed, English is clearly a lingua franca since it is used to communicate by people in the world. For one example, English is used in some Japanese universities as the formal language in the campus. For another example, English is also spoken by members of the United Nation. Therefore, people should be able to speak and understand English to be able to communicate with people from other countries.

 

Furthermore, English is also vital since it becomes the internet language. Bieber(2011) reports that English makes up 80 % of information in the internet.   This means that most of the information in the internet is written in English. For this reason, internet users should understand English if they want to benefit the existence of the internet.Description: Grab the World by English Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Grab the World by English


Shares News - 02.17
Read More Add your Comment 0 komentar


Ketakutan Terdalam kita



Kau tahu perasaan itu tak peduli apa yang kau lakukan. Atau kemana kau pergi kau hanya tidak terbiasa? Aku tak tahu ungkapan untuk itu. Pengasingan, kerenggangan, ketidakcocokan? Tidak, tidak benar. Tapi pasti ada kata untuk itu, karena itu yang aku rasakan.
Ketakutan terdalam bukan karena kita tidak cukup. Ketakutan terdalam kita adalah kita memiliki kekuatan untuk mengukur. Kita bertanya pada diri kita sendiri ‘siapa saya untuk jadi cerdas, cemerlang, berbakat, dan menakjubkan? Sebenarnya, siapa yang tak bisa kau jadikan?’
Kita dilahirkan untuk membuat manifestasi kemuliaan tuhan dalam diri kita. Dan begitu kita biarkan cahaya kita menyala, kita tanpa sadar berikan orang lain kesempatan untuk lakukan hal yang sama.Description: Ketakutan Terdalam kita Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Ketakutan Terdalam kita


Shares News - 04.29
Read More Add your Comment 2 komentar


Ketakutan Terdalam kita



Kau tahu perasaan itu tak peduli apa yang kau lakukan. Atau kemana kau pergi kau hanya tidak terbiasa? Aku tak tahu ungkapan untuk itu. Pengasingan, kerenggangan, ketidakcocokan? Tidak, tidak benar. Tapi pasti ada kata untuk itu, karena itu yang aku rasakan.
Ketakutan terdalam bukan karena kita tidak cukup. Ketakutan terdalam kita adalah kita memiliki kekuatan untuk mengukur. Kita bertanya pada diri kita sendiri ‘siapa saya untuk jadi cerdas, cemerlang, berbakat, dan menakjubkan? Sebenarnya, siapa yang tak bisa kau jadikan?’
Kita dilahirkan untuk membuat manifestasi kemuliaan tuhan dalam diri kita. Dan begitu kita biarkan cahaya kita menyala, kita tanpa sadar berikan orang lain kesempatan untuk lakukan hal yang sama.Description: Ketakutan Terdalam kita Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Ketakutan Terdalam kita


Shares News - 04.29
Read More Add your Comment 2 komentar