Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur
ini essaiku yang di ikutsertakan dalam lomba essai di Universitas Airlangga Jawa Timur tetapi kalah,, hehehe :D check this out!!!
Ujian Nasional atau biasa disingkat UN telah dilaksanakan secara serentak di negara Indonesia pada bulan april kemarin, baik SD, SMP, maupun SMA dan sederajat. UN adalah salah satu komponen kelulusan yang sumbangsingnya 60 persen. Selain untuk kelulusan juga untuk pemetaan kualitas pendidikan diberbagai daerah di Indonesia. Jadi UN merupakan komponen kelulusan yang sangat penting. Harus ada persiapan matang dalam menghadapinya. Tidak boleh ada yang namanya unsur ‘curang’ dalam pelaksanaannya, karena pemetaan kualitas pendidikan tidak akan tercapai sesuai yang diharapkan pemerintah.
Belum kering ingatan kita pada kejadian yang menimpa dunia pendidikan di negara kita akhir – akhir ini. Tragedi – tragedi nasional contek massal, seperti yang dilakukan sekolah putra bu Siami yang heroik berbuah penderitaan, contek massal oleh guru di Indonesia Timur yang beberapa waktu ditayangkan di televisi bukti pendidikan kita sungguh jauh dari perilaku perwira. Mereka melaksanakan apa itu namanya ‘contek massal’. Begitu miris mendengar kata-kata itu. UN SD kemarin Di Cirebon, Ribuan siswa sekolah dasar (SD) di Kota Cirebon mengikuti Ujian Akhir Nasional (UN), Senin (7/5). Aksi saling mencontek di antara siswa mewarnai pelaksanaan UN di hari pertama (republika.com). Mohammad Ihsan -Sekretaris Jendral Ikatan Guru Indonesia- mengatakan: “Provinsi Gorontalo pada tahun 2008 bagus, tapi begitu mencanankan kejujuran, pada tahun berikutnya hanya 50 persen yang lulus UN. Dalam seminar di UPI disebutkan bahwa pada tahun 2010, Jawa Barat peringkat dua, tapi skala kejujuran skala 15” (Republika, Senin, 23/4/2012 hal. 10). Beliau juga menambahkan: “Memang UN bukan satu-satunya penentu kelulusan, tapi kalau itu berpengaruh maka banyak menyulap hasil UN. Pernah ada 10 SMA di-backlist di SPMB karena ketahuan. Ini sudah menjadi bahan pembicaraan umum. Banyak guru yang disuruh kepala sekolah mengganti nilai dan sebagainya.”
Dunia perguruan tinggi juga tidak jauh panggang dari api. Kita disuguhi plagiarisme kaum intelektual yang memuaskan. Perilaku plagmatis ini jelas akan berimbas pada perilaku berbangsa.
Mencontek ialah awal dari ketidakjujuran, ketidakpercayaan diri, ketidakmampuan diri, paranoid berlebihan akan sebuah kegagalan. Pernahkah kita sekali waktu merenungkan sejenak untuk korupsi yang menggurita di negara ini? Bisa jadi budaya menyontek adalah perilaku deviatif taraf awal yang mengarah pada terbentuknya karakter korup.
Kita tidak bisa menghindar dari kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan UN yang semakin disempurnakan, seperti pada UU SPN. Porsi mutlak Kelulusan tidak murni ditentukan oleh hasil UN semata. Cukup nilai UN menyumbangkan sumbangsih 60 persen bagi kelulusan siswa. Akan tetapi, kenyataannya formalitas tersebut belum cukup membuat berbagai pihak merasa tenang. Mereka merasa takut akan “eksekusi tidak lulus” sehingga kembali cara-cara culas tidak bisa dihindarkan. Baik oleh siswa secara pribadi yang nonsistematik maupun kecurangan sistematik yang masif dari pihak sekolah, percetakan, atau pihak – pihak luar yang ingin mengeruk keuntungan. Karena biasanya masyarakat akan melihat mutu – tidaknya suatu sekolah, atau pintar tidaknya seorang murid dilihat dari pencapain nilai UN yang identik dengan nilai akademis bergengsi. Sehingga kadang – kadang mereka akan mengesampingkan nilai – nilai pendidikan yang lain. Dalam hal ini yang terpenting adalah pendidikan karakter kejujuran.
Begitulah gambaran dunia pendidikan di negara kita saat ini. Betapa kejujuran menjadi barang langka di dunia pendidikan kita. Semua dilakukan demi UN, seakan UN faktor tunggal mati – hidupnya siswa meretas masa depan. Sekolah sebagai pelaksana pendidikan harus memiliki format yang jelas mengenai pendidikan karakter kejujuran. Sekolah harus memosisikan nilai kejujuran di atas nilai akademis. Mewujudkan UN jujur tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak hanya berhenti pada gerakan-gerakan atau ikrar-ikrar semata, tetapi yang justru lebih penting adalah membangun sikap kejujuran disegala lini dan sejak dini.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil, (Kemendiknas, 2010).
Belum banyak fakta mengenai sekolah atau dinas pendidikan yang memberikan reward atas nilai kejujuran. Perlu upaya persuasif dari pihak sekolah untuk menanamkan jiwa sportivitas kepada anak didik bahwa seberapa pun hasil UN-nya atau lulus – tidak lulusnya harus diterima dengan lapang dada. Semua itu buah dari kemampuan dan jerih payahnya. Uapaya memperoleh nilai akademis harus ditempuh dengan cara-cara yang bermartabat, bukan dengan kecurangan.
Budaya menyontek sebagai bentuk penyimpangan primer yang lazim dilakukan para siswa harus segera dihentikan. Pihak sekolah harus tegas dan berani mengatakan ‘tidak’ pada kegiatan – kegiatan mencontek. Tidak kompromi terhadap kegiatan mencontek sebagai awal terbitnya model – model kecurangan yang lebih parah, harus menjadi gerakan nasional secara nyata. Dari bentuk ujian sederhana, seperti ulangan harian, tes semester harus ada kontrol yang memadai. Sekolah harus bersinergi mewujudkan tekad bersih dari budaya mencontek. Guru satu dengan yang lain harus memiliki jiwa yang sama menghadapi bentuk penyimpangan tersebut. Media massa harus lebih masif mengangkat persoalan ini kepada khalayak bahwasannya budaya mencontek adalah penyakit akut menyangkut mentalitas dan harga diri bangsa yang harus segera dilumpuhkan.
Salah satu kegiatan dalam pendidikan karakter kejujuran yang sudah terealisasikan di sekolah – sekolah adalah kantin kejujuran. Dalam pengelolaannya harus benar – benar diatur sehingga siswa bisa merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Contoh lain adalah Seperti yang dilakukan oleh 22 Sekolah Menegah Atas se-Kota Bandung mendeklarasikan gerakan anti mencontek di Gedung Indonesia Mengugat, Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Bandung, Kamis (12/4/2012) (inilahjabar.com). Menurut Fadli "Gerakan ini sifatnya cuma ingin membuat kejujuran di Indonesia lebih diperhatikan". Gerakan ini sangat bermanfaat karena bisa memperkuat kejujuran pada saat UN.
Backlink here.. Description: Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur
Share your views...
0 Respones to "Pendidikan Karakter Kejujuran: Solusi Budaya Mencontek Dan Ujian Nasional Jujur"
Posting Komentar